Pusat Grosir Pasar Tanah Abang, Jakarta, dilaporkan menerima barang impor dengan harga sangat murah, termasuk baju anak dan baju bayi, yang diduga merupakan hasil praktik dumping atau impor ilegal. Pantauan CNBC Indonesia pada hari Jumat, 9 Agustus 2024, menunjukkan bahwa baju bayi dijual dengan harga yang jauh di bawah nilai aslinya.
Sebagai contoh, satu set baju bayi usia 3-8 bulan dijual seharga Rp22.000 per set. Namun, menurut tag harga yang tertera pada baju tersebut, harga asli adalah RMB 108 Yuan, setara dengan Rp239.995 per set. Informasi ini diperoleh CNBC Indonesia melalui terjemahan tag harga berbahasa China menggunakan Google Lens.
Lisa, seorang pedagang di lantai 1 Jembatan Blok A Pasar Tanah Abang, menjelaskan, “Baju ini satuannya Rp22.000, tapi nggak bisa diecer, harus beli empat set. Tapi masih murah kok, empat potong tidak sampai Rp100.000. Ini memang barang impor dari China, kualitasnya bagus.” Lisa mengaku bahwa baju tersebut diambil dari distributor dan tidak mengetahui apakah barang tersebut termasuk dalam kategori impor ilegal atau praktik dumping.
Menurut situs resmi Badan Kebijakan Fiskal, dumping terjadi ketika harga ekspor suatu barang yang diimpor ke negara lain lebih rendah dari harga normal barang sejenis di pasar domestik negara asal. Praktik ini melibatkan diskriminasi harga, di mana perusahaan menetapkan harga lebih tinggi di pasar domestiknya dibandingkan dengan pasar ekspor.
Lisa menambahkan, “Saya nggak tahu (ilegal atau bukan). Saya kan cuma ngambil dari distributor saja. Harganya sudah segitu, saya juga ambil untung tidak banyak, paling Rp1.000-Rp2.000 saja.”
Meskipun Lisa tidak bisa memberikan detail lebih lanjut mengenai asal-usul baju tersebut, analisis menunjukkan bahwa produk ini sesuai dengan harga Rp200.000-an per set. Baju bayi yang dijual tampak memiliki bahan yang sangat lembut dan nyaman, serta jahitan yang rapih dan kuat, sesuai dengan harga asli yang tertera.
Dugaan Serbuan Barang Impor Murah
Sebelumnya, pengusaha tekstil nasional juga telah memperingatkan potensi serbuan hingga 30.000-an kontainer barang-barang impor, termasuk asal China, yang akan menyerbu pasar dalam negeri. Menyusul pelonggaran aturan impor yang ditetapkan pemerintah dengan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
“Kemarin saya diliatin pabrik di Guangzhou, jualan pakai bahasa Inggris di We Chat. Denim 1 kg harganya US$0,7,” kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta kepada CNBC Indonesia, Kamis (13/6/2024).
Harga tersebut, ujarnya, sangat jauh di bawah batas normal karena hanya sekitar dari harga bahan baku.
“Harga benangnya saja per kg di atas US$1,2. Mereka jual jauh di bawah harga bahan baku. Di sana kondisinya oversupply parah. Overstock di sana sangat tinggi, gudang sudah penuh, jadi jual murah ke pasar luar,” sebutnya.
“Di pasar domestik China ada Undang-Undang harga. Kalau mereka jual di bawah harga produksi, melanggar hukum China,” tambah Redma.
Menurut dia, murahnya harga jual produk China tersebut bukan semata-mata karena biaya produksi yang murah.
“Kalau komponen biaya produksi China yang murah hanya di gas saja. Kalau yang lain hampir selevel dengan kita. Tapi harga gas ini implikasinya ke bahan baku utama, yaitu PXm PTA, dan MEG. Jadinya bahan baku utama mereka lebih murah dan terus ada efek dominonya sampai ke hilir,” jelasnya.
“Tapi kalau pakai harga produksi, dengan bahan baku yang rendah pun, harga jualnya tidak mungkin di bawah harga bahan baku,” cetus Redma.
Karena itu, ujarnya, pembatasan impor adalah cara yang strategis yang harus diimplementasikan pemerintah untuk menangkis serbuan impor yang merangsek pasar domestik. Mekanisme lain, seperti bea masuk anti dumping (BMAD), tidak bisa diandalkan karena prosedurnya yang makan waktu lama.
“Seperti Permendag No 36/2023. Aturan ini memang tidak lantas menyelesaikan semua masalah. Tapi lumayan membantu dan efeknya bisa menahan laju PHK di dalam negeri. Sebab, persoalan utama adalah impor ilegal, ini ada di BC,” tukas Redma.