Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi memberlakukan tarif baru sebesar 25% untuk semua impor baja dan aluminium mulai Rabu (12/3/2025). Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi besarnya untuk merombak hubungan dagang AS dengan dunia, namun memicu ketidakstabilan pasar global.
Langkah ini memperluas kebijakan tarif yang sebelumnya diterapkan Trump, termasuk pungutan 25% untuk barang dari Kanada dan Meksiko serta kenaikan tarif barang dari China menjadi 20%. Dampaknya, indeks saham utama seperti Nasdaq 100 dan S&P 500 mengalami penurunan signifikan, sementara kekhawatiran akan perlambatan ekonomi semakin meningkat.
Kebijakan ini juga mencabut pengecualian yang sebelumnya diberikan pada beberapa negara. Untuk aluminium, tarif naik dari 10% menjadi 25%, mencakup berbagai produk seperti bahan baku otomotif dan konstruksi. Keputusan ini berdampak luas pada industri AS yang bergantung pada impor bahan mentah.
Kanada menjadi negara yang paling terdampak, memasok 58% impor aluminium AS dan 23% impor baja. Negara lain yang terkena imbas kebijakan ini termasuk Brasil, Meksiko, Uni Emirat Arab, dan Korea Selatan. Meski ada tekanan diplomatik, Trump menegaskan tidak akan memberikan pengecualian, bahkan sempat mengancam menggandakan tarif Kanada menjadi 50%.
Langkah ini bertujuan meningkatkan produksi baja dan aluminium dalam negeri, namun data menunjukkan produksi baja AS pada 2024 justru turun 1% dibandingkan sebelum tarif pertama Trump pada 2018, sementara industri aluminium menyusut hampir 10%. Para ekonom memperingatkan bahwa kebijakan ini berisiko menaikkan biaya produksi, meningkatkan inflasi, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Pasar saham bereaksi negatif terhadap kebijakan ini, dengan kekhawatiran akan potensi “Trumpcession” atau resesi akibat kebijakan proteksionisme Trump. Para analis di Wall Street, termasuk JPMorgan dan RBC Capital Markets, telah menurunkan proyeksi optimistis mereka untuk tahun 2025, sementara riset dari Yale’s Budget Lab memperkirakan dampak tarif ini akan mengurangi PDB AS sebesar 0,4%, atau sekitar US$80-110 miliar per tahun.
Sementara pemerintah AS menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari strategi ekonomi yang lebih luas, banyak pihak skeptis. Dengan meningkatnya ketegangan perdagangan dan kemungkinan pembalasan dari negara lain, masa depan hubungan dagang AS dengan dunia tampak semakin tidak pasti.