PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) hingga kini belum mengajukan permohonan relaksasi ekspor konsentrat tembaga meskipun proses commissioning smelter masih berjalan lambat. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut bahwa hingga saat ini baru PT Freeport Indonesia yang mengajukan perpanjangan izin ekspor.
Sebelumnya, Amman Mineral menyatakan membutuhkan relaksasi ekspor karena smelter yang mereka bangun di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, belum mencapai kapasitas operasi maksimal. Presiden Direktur Amman Mineral Rachmat Makkasau menjelaskan bahwa smelter baru berjalan 48% dari kapasitas penuh akibat kendala teknis dalam proses startup.
Smelter ini memiliki kapasitas pengolahan 900.000 ton konsentrat tembaga per tahun, dengan target produksi 220.000 ton katoda tembaga. Selain itu, fasilitas ini akan menghasilkan produk sampingan seperti asam sulfat, emas, perak, dan selenium. Namun, kompleksitas teknologi yang digunakan menyebabkan proses commissioning lebih lama dari perkiraan.
Amman mulai commissioning sejak Juni 2024, setelah menyelesaikan tahap mechanical completion pada Mei 2024. Namun, penggunaan teknologi gabungan dari Yanggu (China), Merin, dan Ototec membuat startup smelter menghadapi berbagai tantangan teknis.
Meski menghadapi kendala, Amman tetap berupaya mempercepat commissioning, termasuk dengan menambah tenaga kerja. Perusahaan berharap pemerintah memberikan fleksibilitas ekspor untuk menjaga keseimbangan produksi dan operasional, sebagaimana izin yang telah diberikan kepada PT Freeport Indonesia.
Investasi proyek smelter ini mencapai US$ 1,4 miliar, termasuk infrastruktur pendukung seperti pembangkit listrik. Smelter awalnya dirancang dengan kapasitas 2,6 juta ton, tetapi kemudian disesuaikan menjadi 900.000 ton sesuai dengan produksi Amman Mineral.
Hingga saat ini, Amman belum mengajukan permohonan resmi ke pemerintah. Namun, dengan progres smelter yang masih di bawah target, kemungkinan besar perusahaan akan segera mengikuti jejak Freeport dalam meminta relaksasi ekspor konsentrat tembaga.