Tujuh bulan sejak diluncurkan, Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) belum menunjukkan perkembangan signifikan. Hingga 30 April 2025, volume transaksi karbon yang tercatat baru mencapai 1,6 juta ton CO₂ ekuivalen, dengan nilai akumulasi hanya Rp77,92 miliar.
Data ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Jumat (9/5/2025).
Ia menyebutkan bahwa hingga akhir April, jumlah pengguna jasa yang telah memperoleh izin untuk berpartisipasi dalam perdagangan karbon baru mencapai 112 entitas.
“Perkembangannya masih terbatas. Ini menjadi fokus evaluasi kami untuk memperluas partisipasi dan mendorong pertumbuhan pasar karbon,” ujar Inarno dalam pernyataannya di RDKB.
Angka ini dinilai sangat kecil jika dibandingkan dengan potensi nasional yang sempat disampaikan Presiden RI ke-7, Joko Widodo, saat meresmikan bursa tersebut pada 26 September 2023.
“Di catatan saya, ada kurang lebih 1 gigaton CO₂ potensi kredit karbon yang bisa ditangkap. Jika dikalkulasi, potensi bursa karbon kita bisa mencapai Rp3.000 triliun, bahkan bisa lebih,” ujar Presiden saat itu.
Perbedaan mencolok antara potensi dan realisasi tersebut menjadi catatan penting bagi otoritas untuk meningkatkan peran bursa karbon dalam agenda transisi energi dan pengendalian emisi.
Minimnya partisipasi dan volume transaksi menunjukkan bahwa pelaku pasar belum sepenuhnya terlibat atau memahami mekanisme perdagangan karbon yang ditawarkan oleh IDXCarbon.
Sebagai bursa yang baru beroperasi, IDXCarbon masih memerlukan berbagai dukungan, baik dari sisi regulasi, insentif, maupun edukasi kepada calon peserta, termasuk perusahaan dan lembaga sektor publik.
OJK sendiri menilai perlunya strategi yang lebih agresif untuk menarik minat, salah satunya dengan mempercepat sertifikasi proyek karbon dan memperluas jenis produk karbon yang diperdagangkan.
Meski demikian, IDXCarbon tetap menjadi langkah awal penting bagi Indonesia dalam membangun ekosistem ekonomi hijau yang berbasis pasar. Keterlibatan korporasi besar dan BUMN akan menjadi penentu dalam mempercepat perkembangan platform ini.
Dengan target emisi nol bersih pada 2060, keberhasilan IDXCarbon akan memainkan peran strategis dalam mendukung komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris dan peta jalan iklim nasional.
Saat ini, tantangan utama yang dihadapi adalah memastikan transparansi, akuntabilitas, dan kualitas kredit karbon yang diperdagangkan agar bursa ini memiliki kepercayaan dari pelaku global.