Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS, ditutup di level Rp16.305/US$ pada perdagangan pekan ini. Pelemahan ini terjadi di tengah terus berlanjutnya arus keluar modal asing dari berbagai instrumen pasar keuangan, menjadikan rupiah sebagai mata uang Asia dengan kinerja terburuk dalam sepekan.
Sepanjang pekan, rupiah terdepresiasi 0,28%, disusul peso Filipina yang melemah 0,19% dan baht Thailand yang turun 0,08%. Sementara itu, mata uang Asia lainnya justru menguat, dipimpin oleh yen Jepang yang melonjak 1,25%, diikuti won Korea 0,44%, dan ringgit Malaysia 0,43%.
Melemahnya rupiah terjadi meskipun indeks dolar AS turun 0,18% pekan ini. Sejak awal 2025, rupiah sudah kehilangan 1,25% nilainya, menjadikannya mata uang terlemah kedua di Asia setelah rupee India yang melemah 1,27% year-to-date.
Tekanan terhadap rupiah dipicu oleh arus keluar modal asing yang meningkat sejak pekan lalu. Di pasar saham, investor asing mencatatkan net sell Rp457 miliar hingga Kamis. Sementara itu, di pasar obligasi, investor asing melepas Rp1,78 triliun dalam dua hari perdagangan pertama pekan ini. Kepemilikan asing di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga berkurang Rp3,5 triliun dalam sebulan terakhir, dan Rp25 triliun dalam tiga bulan terakhir.
Di sisi lain, lelang SRBI terbaru menunjukkan penurunan bunga ke level terendah sejak instrumen ini diperkenalkan pada 2023. Bunga SRBI tenor 12 bulan turun ke 6,40%, sedangkan tenor 6 bulan menjadi 6,34%—level terendah sejak Oktober 2023. Bank Indonesia (BI) tampaknya mengurangi pemakaian SRBI sebagai instrumen moneter dan mengalihkan likuiditas ke pasar surat utang negara.
Penurunan nilai rupiah juga memicu kekhawatiran di pasar saham. Menurut analis JPMorgan Indonesia, setiap pelemahan rupiah 1% bisa menggerus pertumbuhan laba korporasi hingga 0,5%. Hal ini bisa berdampak pada daya tarik investasi dan memperburuk sentimen pasar dalam jangka pendek.
Dengan tekanan eksternal yang masih kuat, investor dan pelaku pasar akan mencermati langkah-langkah lanjutan dari BI serta dinamika pasar global yang berpotensi memengaruhi stabilitas rupiah dalam waktu dekat.