Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 ditutup pada angka 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar Rp 507,8 triliun. Meskipun defisit ini lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya yang mencapai 2,70% dari PDB, angka ini tetap sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam APBN 2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, defisit yang lebih rendah ini tercapai berkat kebijakan responsif terhadap dinamika ekonomi global yang memengaruhi penerimaan dan belanja negara.
Pada awal tahun 2024, pemerintah memperkirakan defisit akan lebih besar akibat beberapa faktor eksternal dan domestik. Di antaranya, penerimaan negara yang terkontraksi 6,2% year on year (yoy), inflasi yang sempat melonjak hingga 3,1% yoy pada Maret, dan pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai 7.063,6 pada Juni. Selain itu, yield Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai puncak tertinggi pada April dan Juni, hingga 7,2%, turut memengaruhi perkiraan defisit yang lebih tinggi.
Namun, kondisi ekonomi mulai membaik memasuki semester kedua 2024. Salah satu faktor utama adalah meredanya tekanan harga minyak, meskipun ketegangan geopolitik dan fenomena El Nino masih berlanjut. Beberapa harga komoditas penting, seperti batubara, nikel, dan Crude Palm Oil (CPO), mulai pulih, yang memberikan kontribusi positif terhadap penerimaan negara. Selain itu, stimulus yang diberikan oleh pemerintah China untuk mendukung pemulihan ekonomi juga memberikan harapan bagi stabilitas ekonomi global.
Berkat perbaikan tersebut, kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga menunjukkan tren positif. Pada Desember 2024, IHSG mencatatkan posisi 7.079,9, lebih baik dibandingkan dengan posisi pada Juni yang berada di angka 7.063,6. Yield SBN yang sempat melonjak pada awal tahun, mulai terkendali dan berakhir di level 7,0% pada Desember, meskipun masih sedikit lebih tinggi dari asumsi awal.
Inflasi yang sempat mencapai 3,1% yoy pada Maret 2024 akhirnya dapat dikendalikan dengan baik. Pada akhir tahun, inflasi tercatat hanya 1,57% yoy, jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang membantu menurunkan defisit APBN 2024. Penerimaan negara juga mengalami pembalikan, dengan pertumbuhan 2,1% yoy pada Desember 2024, mencatatkan angka Rp 2.842,5 triliun, melebihi target yang sebesar Rp 2.802,3 triliun.
Namun, meskipun penerimaan negara membaik, belanja negara tetap meningkat. Realisasi belanja negara pada 2024 mencapai Rp 3.350,3 triliun, atau 100,8% dari target, dengan kenaikan utama berasal dari belanja kementerian dan lembaga yang meningkat 14,1% dibandingkan target. Meski demikian, defisit keseimbangan primer berhasil terjaga lebih rendah dari target, dengan angka Rp 19,4 triliun, yang mencapai 75,9% dari target yang sebesar Rp 25,5 triliun.
Selain itu, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) pada akhir tahun 2024 tercatat Rp 45,4 triliun, meningkat signifikan dibandingkan tahun 2023 yang tercatat hanya Rp 19,4 triliun. Hal ini menunjukkan adanya pengelolaan anggaran yang lebih efektif meskipun defisit tetap terjadi.