Indonesia merupakan salah satu pengimpor gandum terbesar di dunia, dengan seluruh kebutuhan dalam negeri bergantung pada pasokan impor. Sepanjang Januari-November 2024, impor gandum RI mencapai 11,46 juta ton, meningkat 18,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, tidak semua gandum tersebut dikonsumsi langsung. Sebagian besar diolah menjadi tepung terigu, yang kemudian digunakan sebagai bahan baku berbagai produk pangan olahan seperti mi instan, biskuit, dan roti. Produk-produk ini tidak hanya memenuhi pasar domestik tetapi juga menjadi komoditas ekspor unggulan Indonesia.
Salah satu produk berbasis tepung terigu yang paling populer di pasar global adalah mi instan. Indonesia bahkan masuk dalam daftar produsen dan konsumen mi instan terbesar di dunia. Data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) menunjukkan bahwa ekspor mi instan sepanjang Januari-November 2024 mencapai US$349,81 juta (27,6% dari total ekspor produk berbasis gandum), melampaui ekspor wafer yang mencapai US$340,41 juta (26,9%).
Tahun-tahun sebelumnya, wafer sempat mendominasi ekspor produk olahan gandum. Pada 2022, ekspor wafer mencatat US$409,33 juta (33%), sementara mi instan berada di posisi kedua dengan US$274,91 juta (22,2%). Namun, tren berubah pada 2024, dengan mi instan akhirnya menjadi produk unggulan ekspor RI.
Di peringkat ketiga, biskuit manis dengan coklat juga menjadi komoditas ekspor penting, dengan nilai US$234,02 juta (18,5%) sepanjang Januari-November 2024. Sementara itu, biskuit manis tanpa coklat menyumbang US$170,54 juta (13,5%) di periode yang sama.
Lonjakan ekspor mi instan menunjukkan bahwa produk makanan olahan berbasis gandum impor dari Indonesia semakin kompetitif di pasar global. Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa meskipun Indonesia bergantung pada impor bahan baku, industri pengolahannya mampu menciptakan nilai tambah dan meningkatkan daya saing ekspor.