Pemerintah Indonesia mengkhawatirkan dampak kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap kinerja manufaktur nasional. Kebijakan ini diprediksi akan berdampak signifikan pada sektor yang mengandalkan ekspor ke Negeri Paman Sam, termasuk industri furnitur.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief, mengungkapkan bahwa sektor yang selama ini aktif mengekspor ke AS akan terkena imbas langsung dari kebijakan ini.
“Yang akan terdampak adalah sektor-sektor yang selama ini melakukan ekspor ke AS. Ada beberapa subsektor, salah satunya adalah furnitur. Banyak kita ekspor ke sana,” ujar Febri dalam konferensi pers daring, Rabu (26/3/2025).
Ekspor Furnitur RI ke AS Terancam
Berdasarkan data Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), AS merupakan pasar utama bagi produk furnitur Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 53%. Dengan adanya tarif impor baru, daya saing produk furnitur Indonesia di pasar AS bisa menurun, sehingga berpotensi menekan volume ekspor.
Meski demikian, pemerintah terus memantau dinamika pasar global dan menyiapkan langkah antisipatif untuk melindungi industri dalam negeri.
Ancaman Banjir Barang Impor ke Indonesia
Di sisi lain, Febri juga menyoroti potensi masuknya produk-produk impor yang ditolak AS ke pasar domestik. Jika tidak diantisipasi, kondisi ini bisa mengakibatkan banjir barang asing di Indonesia, termasuk produk ilegal yang dapat merugikan industri dalam negeri.
“Untuk mengantisipasi, kami minta ada perlindungan industri dalam negeri. Ada juga kemungkinan transhipment illegal, di mana seakan-akan ekspor ke AS diakui sebagai produksi dari Indonesia, padahal produk tersebut berasal dari negara lain,” jelas Febri.
Untuk itu, Kemenperin mendorong Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk memperketat pengawasan terhadap pemberian Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO) guna mencegah penyalahgunaan dokumen ekspor.
Neraca Dagang Indonesia Masih Surplus
Meskipun ada ancaman dari kebijakan tarif impor AS, neraca perdagangan Indonesia dengan AS masih mencatat surplus. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus perdagangan RI dengan AS mencapai US$1,57 miliar pada Februari 2025, meningkat dari US$1,56 miliar pada bulan sebelumnya.
AS tetap menjadi mitra dagang terbesar Indonesia, diikuti oleh India dengan nilai perdagangan sebesar US$1,27 miliar dan Filipina dengan US$753,2 juta.
Menurut Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, komoditas penyumbang surplus terbesar berasal dari sektor mesin dan perlengkapan elektrik, pakaian dan aksesori rajutan, serta alas kaki.
Khawatirkan Perang Dagang Global
Pemberlakuan tarif impor AS yang dijadwalkan mulai 2 April 2025 ini menimbulkan kekhawatiran lebih luas terhadap stabilitas perdagangan global. Para analis bahkan menyebut kebijakan ini bisa memicu perang dagang yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dunia.
“Kebijakan Presiden Trump telah menyuntikkan ketidakpastian ke pasar dengan cara yang belum pernah kita lihat selama bertahun-tahun,” ujar Todd Jablonski, Kepala Investasi Multi-Aset dan Kuantitatif di Principal Asset Management, dalam wawancara dengan Bloomberg Television.
Dengan meningkatnya ketegangan perdagangan global, Indonesia perlu mengambil langkah strategis untuk menjaga daya saing industri manufaktur dan melindungi pasar domestik dari gempuran barang impor.