Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai insentif fiskal yang diberikan pemerintah untuk mengatasi dampak kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 belum sepenuhnya membantu sektor padat karya. Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, menyebutkan bahwa beberapa kebijakan yang diimplementasikan kurang memberikan manfaat langsung kepada pelaku industri yang sedang tertekan.
Shinta memberikan tiga catatan penting terkait paket stimulus ekonomi pemerintah. Pertama, insentif berupa pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah hanya menguntungkan pekerja dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan. Namun, insentif ini dinilai belum menyasar pelaku usaha yang membutuhkan keringanan pajak badan. “Kami meminta agar PPh badan untuk sektor padat karya juga diberi insentif guna meringankan beban pelaku usaha,” ujar Shinta dalam Apindo Economic Outlook 2025, Kamis (19/12).
Kedua, diskon sebesar 50% untuk jaminan kecelakaan kerja pada sektor padat karya selama enam bulan dinilai hanya memberikan dampak terbatas. Menurut Shinta, kebijakan ini tidak cukup signifikan untuk membantu pelaku usaha mengurangi beban operasional secara keseluruhan.
Ketiga, bantuan subsidi bunga sebesar 5% untuk revitalisasi mesin juga mendapat kritik. Shinta menjelaskan bahwa meskipun kebijakan ini mendukung produktivitas jangka panjang, proses implementasi membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga tidak memberikan dampak langsung. “Hal yang saat ini dibutuhkan adalah insentif yang bisa dirasakan secara cepat,” tambahnya.
Apindo juga menekankan bahwa insentif tersebut seharusnya lebih difokuskan pada sektor padat karya yang telah terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, seperti industri tekstil dan garmen. “Kami tidak meminta semua sektor mendapatkan insentif ini, tetapi industri padat karya yang sedang menghadapi tekanan besar perlu perhatian khusus,” kata Shinta.
Di sisi lain, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan kenaikan tarif PPN menjadi 12% akan berlaku mulai 1 Januari 2025 sesuai amanah UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah memberikan fasilitas PPN 0% untuk barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, sayur, susu, dan gula konsumsi.
Selain itu, beberapa insentif lainnya termasuk PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk minyak goreng, tepung terigu, gula industri, serta diskon biaya listrik untuk rumah tangga kecil juga telah disiapkan. Airlangga menyebut langkah ini sebagai bentuk upaya pemerintah menjaga stabilitas ekonomi di tengah kenaikan tarif PPN.