Perputaran dana judi online di Indonesia mencapai Rp359 triliun pada kuartal IV 2024, dengan jumlah transaksi mencapai 209 juta kali. Angka fantastis ini menunjukkan tantangan besar dalam pengawasan keuangan nasional, terutama dalam mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap bahwa mayoritas pemain judi online berada dalam rentang usia 21-50 tahun, mencakup 92% dari total transaksi. Yang mengejutkan, masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp1 juta per bulan menghabiskan hingga 70% dari pendapatannya untuk berjudi.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa kemajuan teknologi keuangan memang mempercepat inklusi keuangan, tetapi juga membuka celah bagi tindak pidana keuangan. Pelaku kejahatan kini memanfaatkan sistem keuangan digital untuk mencuci uang hasil kejahatan melalui judi online.
Sebagai respons, PPATK bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koperasi, dan Bappebti dalam meningkatkan pengawasan. Komitmen bersama telah ditandatangani untuk mengoptimalkan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT).
PPATK juga menggelar rapat koordinasi lintas lembaga guna mengevaluasi efektivitas pengawasan keuangan di tahun sebelumnya. Fokus utama adalah memperkuat regulasi, meningkatkan deteksi dini transaksi mencurigakan, serta mengidentifikasi tantangan dalam penerapan kebijakan APU PPT.
Dengan semakin kuatnya kerja sama antar lembaga dan regulasi yang lebih ketat, pemerintah berharap sistem keuangan nasional semakin tangguh menghadapi ancaman kejahatan keuangan. Langkah ini juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih aman, transparan, dan berintegritas.