Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) di bawah kebijakan Donald Trump diperkirakan akan memberikan keuntungan bagi saham dan dolar AS. Survei Bloomberg Markets Live Pulse yang dilakukan pada 18-31 Desember 2024 mengungkapkan, 61% dari 553 responden percaya indeks S&P 500 akan mencatatkan kenaikan hingga akhir tahun. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yang kuat disebut sebagai katalis utama, dengan kebijakan Trump berperan signifikan.
Namun, dampak kebijakan tarif yang diusung Trump memunculkan pandangan beragam terhadap nilai dolar AS. Sekitar separuh responden yakin dolar akan menguat, sementara 27% lainnya menilai kebijakan ini justru berpotensi melemahkan dolar. Meski pemangkasan pajak dan pelonggaran regulasi diperkirakan mendorong ekonomi, pendekatan agresif terhadap perdagangan memicu kekhawatiran inflasi dan suku bunga tinggi, yang dapat menekan konsumsi domestik.
S&P 500 mencatatkan 57 kali penutupan tertinggi sepanjang masa pada 2024, meskipun melemah di akhir Desember. Saham perusahaan seperti Nvidia dan Apple menjadi penopang utama. Di sisi lain, Bloomberg Dollar Spot Index mencapai level tertinggi dalam hampir satu dekade, didukung ketahanan ekonomi AS. Namun, beberapa analis, seperti Kit Juckes dari Societe Generale, memperingatkan bahwa mempertahankan momentum ini akan semakin sulit.
Ketahanan konsumen AS menjadi faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi. Rumah tangga berpenghasilan tinggi terus meningkatkan pengeluaran, tetapi kelompok berpenghasilan rendah mulai menunjukkan tekanan finansial. Jika tarif Trump mendorong kenaikan harga barang, daya beli kelompok ini bisa tergerus, terutama di paruh kedua 2025.
Selain itu, ancaman inflasi menjadi perhatian utama. Survei menunjukkan 57% responden memperkirakan imbal hasil obligasi Treasury meningkat di awal 2025. Hal ini dipicu oleh kebijakan Federal Reserve yang cenderung menunda pemotongan suku bunga atau bahkan mempertimbangkan kenaikan suku bunga. Imbal hasil obligasi 10 tahun melonjak ke level tertinggi tujuh bulan pada Desember 2024.
Timothy Graf dari State Street Global Markets menyebutkan bahwa risiko kenaikan suku bunga akan menjadi hambatan bagi saham yang sudah bernilai tinggi. Volatilitas pasar diperkirakan meningkat, mengingat pertemuan antara kebijakan The Fed dan dampak kebijakan tarif Trump pada ekonomi AS.