Pemerintah memastikan akan tetap menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, meskipun banyak pihak yang menilai kebijakan ini akan menambah beban pengeluaran masyarakat. Ekonom sekaligus Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN akan berisiko memicu inflasi yang tetap tinggi pada tahun depan, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Menurut Media Wahyudi, kenaikan PPN akan menambah pengeluaran masyarakat kelas menengah sebesar sekitar Rp354.293 per bulan. Hal ini, menurutnya, akan memperburuk fenomena penurunan kelas menengah menjadi kelas menengah rentan yang semakin terdampak oleh tekanan ekonomi.
Selain itu, kelompok miskin juga akan mengalami kenaikan pengeluaran, yakni Rp101.880 per bulan. Meskipun pemerintah menyampaikan bahwa barang pokok akan dikecualikan dari PPN, Media Wahyudi menilai bahwa kebijakan ini tidak banyak mengubah keadaan, karena hampir semua barang yang dikonsumsi oleh masyarakat bawah tetap dikenakan pajak. “Kebijakan pengecualian sudah ada sejak 2009, dan kenyataannya PPN tetap naik untuk hampir semua komoditas yang dikonsumsi masyarakat bawah,” ujar Media.
Bhima Yudhistira, Ekonom dan Direktur Eksekutif Celios, menambahkan bahwa dampak PPN 12% masih akan luas, mencakup berbagai barang yang dikonsumsi masyarakat, seperti peralatan elektronik, suku cadang kendaraan bermotor, serta barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti deterjen dan sabun mandi, yang juga dikenakan PPN. Bhima mengkritik bahwa kebijakan ini menciptakan narasi yang kontradiktif dengan keberpihakan pajak terhadap masyarakat bawah.
Meskipun kenaikan PPN 12% diharapkan meningkatkan penerimaan pajak, Bhima menilai bahwa efeknya terhadap penerimaan pajak akan terbatas. Hal ini dikarenakan pelemahan konsumsi masyarakat dan penurunan omzet pelaku usaha akan mempengaruhi penerimaan dari pajak lainnya, seperti Pajak Penghasilan (PPh) Badan, PPh 21, dan bea cukai. Sebagai tambahan, kebijakan ini akan terus menjadi sorotan, mengingat pengaruhnya terhadap daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah dan bawah.