Kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan diberlakukan pada 1 Januari 2025, mulai memicu ekspektasi inflasi dalam dua bulan terakhir. Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia mencatat Indeks Ekspektasi Harga Umum Desember berada di level 152,6, naik dari November. Pada Januari 2025, indeks ini diproyeksikan mencapai 157,8.
Ekonom menduga lonjakan ini tak hanya dipengaruhi faktor musiman seperti libur Nataru, tetapi juga karena pre-emptive inflation. Pelaku usaha menyesuaikan harga lebih awal untuk mempertahankan margin sebelum kenaikan tarif pajak berlaku.
Dampak Kenaikan PPN terhadap Inflasi dan Konsumsi
Kebijakan serupa pada 2022 menyebabkan inflasi melonjak dari 1,56% menjadi 4,21%. Kenaikan PPN kali ini diperkirakan mendorong inflasi tahunan ke level 4,11% pada 2025. Celios memprediksi kenaikan tarif ini berpotensi menurunkan konsumsi rumah tangga hingga 0,37%.
Pemerintah mencoba mengurangi dampaknya dengan membatasi kenaikan PPN pada barang-barang mewah. Namun, kategori barang mewah yang dimaksud masih belum jelas. Ekonom menilai, meskipun kebijakan ini ditujukan untuk barang tidak esensial, efek rambatan tetap akan memengaruhi seluruh masyarakat.
Efek Ekonomi yang Lebih Luas
Kenaikan harga barang elektronik seperti ponsel pintar, yang kini menjadi kebutuhan penting, dikhawatirkan memperbesar kesenjangan digital. Selain itu, kenaikan tarif PPN pada kendaraan bermotor mewah berpotensi menekan penjualan, memicu efisiensi di sektor otomotif, hingga meningkatkan risiko PHK.
Ekonom mengingatkan bahwa kebijakan ini perlu disiapkan lebih matang untuk meminimalkan dampak negatif terhadap daya beli masyarakat dan sektor usaha.