Pemerintah tengah menggenjot peluang kredit karbon berbasis solusi alam (Nature-Based Solutions/NBS) dengan menggali potensi ekosistem gambut. Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono mengungkapkan bahwa meskipun perdagangan karbon internasional sudah dibuka, kinerjanya masih belum optimal. Untuk itu, pemerintah berupaya meningkatkan pasokan kredit karbon, terutama dari lahan gambut yang memiliki kapasitas besar dalam menyerap karbon.
Indonesia sendiri memiliki luas lahan gambut terbesar keempat di dunia setelah Kanada, Rusia, dan Amerika Serikat. Lahan gambut berperan penting sebagai penyimpan karbon, penyedia air, serta menjaga keanekaragaman hayati. Namun, tantangan besar masih mengadang karena ekosistem gambut sering kali dianggap sebagai lahan tidak produktif dan lebih banyak dieksploitasi daripada direstorasi.
Laporan Global Wetland Outlook mencatat lahan basah, termasuk gambut, menghilang tiga kali lebih cepat dibandingkan hutan alam. Konvensi Ramsar juga menyebutkan bahwa 64% lahan basah dunia telah lenyap sejak awal abad ke-20. Kondisi ini makin parah akibat kebakaran lahan gambut yang berulang serta konversi lahan untuk proyek lumbung pangan dan industri lainnya.
Di sisi lain, pemerintah mengklaim telah melakukan restorasi gambut seluas 4,1 juta hektare dalam beberapa tahun terakhir. Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan KLHK, Sigit Reliantoro, menyebut langkah ini berpotensi mengurangi 302,9 juta ton karbon dioksida per tahun dan membuka peluang perdagangan karbon senilai Rp48 triliun hingga Rp184 triliun per tahun.
Meski demikian, efektivitas restorasi gambut masih menuai kritik. Greenpeace menilai upaya ini belum membuahkan hasil signifikan, dengan jutaan hektare lahan masih terbakar hampir setiap tahun. Kepala Kampanye Global untuk Hutan Indonesia Greenpeace, Kiki Taufik, menegaskan bahwa perlindungan ekosistem gambut di Indonesia masih jauh dari optimal dan justru diperparah oleh alih fungsi lahan.
Dengan tantangan yang ada, keberhasilan Indonesia dalam memanfaatkan lahan gambut sebagai sumber kredit karbon bergantung pada keseriusan pemerintah dalam menegakkan regulasi serta memastikan restorasi ekosistem berjalan efektif. Tanpa langkah konkret, potensi besar dari ekosistem gambut hanya akan menjadi wacana tanpa realisasi nyata.