Industri pangan di Indonesia menghadapi krisis garam industri setelah pemerintah memberlakukan larangan impor awal tahun ini. Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) melaporkan bahwa beberapa perusahaan mengalami kesulitan mendapatkan pasokan garam, yang menjadi bahan baku utama dalam produksi makanan olahan.
Ketua Umum Gapmmi, Adhi S. Lukman, menyatakan bahwa stok garam industri aneka pangan hanya cukup hingga Maret 2025. Jika tidak ada solusi, produksi pangan olahan seperti bumbu, mi instan, dan snack dapat terganggu.
“Kami ingin mendukung pertumbuhan ekonomi dan mencegah terhentinya produksi karena kekurangan bahan baku garam industri,” ujar Adhi dalam keterangan resmi, Selasa (25/3/2025).
Dampak Larangan Impor Garam
Pemerintah menghentikan impor garam industri berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 126/2022. Kebijakan ini bertujuan untuk mempercepat pembangunan pergaraman nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Namun, larangan tersebut berdampak pada industri aneka pangan yang bergantung pada garam berkualitas tinggi. Menurut Adhi, para pemasok menyatakan bahwa mereka tidak bisa memenuhi permintaan akibat kendala pengadaan bahan baku.
Produksi Terancam Mandek
Adhi mengkhawatirkan bahwa krisis garam industri akan berdampak serius pada operasional perusahaan, terutama menjelang bulan Ramadan dan Idulfitri.
“Ketidakpastian ketersediaan bahan baku ini sangat mengkhawatirkan bagi keberlangsungan industri kami,” tambahnya.
Industri aneka pangan sendiri berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap lebih dari 1,9 juta tenaga kerja pada 2023. Jika masalah ini tidak segera diatasi, ancaman penghentian produksi dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa menjadi kenyataan.
Garam Lokal Tidak Memenuhi Standar
Pemerintah awalnya menargetkan pemenuhan kebutuhan garam industri dari dalam negeri dengan pasokan 600.000 ton. Namun, sebanyak 300.000 ton garam lokal tidak dapat digunakan karena kualitasnya tidak memenuhi standar industri pangan.
“Itu sudah disaksikan oleh beberapa surveyor dari produsen industri pangan. Ada kontaminasi titik hitam dan kadar air tinggi yang menyebabkan produk tidak layak digunakan,” jelas Adhi.
Selain itu, kandungan magnesium yang tinggi menyebabkan penggumpalan, sehingga garam tidak bisa digunakan dalam produk pangan seperti bumbu, mi instan, dan tepung bumbu.
Perusahaan Besar Alami Kerugian
Setidaknya empat perusahaan pengguna garam industri terbesar melaporkan tingkat penolakan produk yang cukup tinggi akibat penggunaan garam lokal.
“Rata-rata satu perusahaan membutuhkan 50.000–80.000 ton garam per tahun. Mereka sudah mencoba pasokan dari PT Garam, tetapi tetap tidak bisa digunakan,” kata Adhi.
Dengan kondisi ini, para pelaku usaha mendesak pemerintah untuk segera menemukan solusi agar produksi tidak terganggu. Jika tidak ada langkah cepat, industri pangan nasional bisa mengalami kemunduran yang signifikan.