Pemerintahan Presiden AS Donald Trump tengah menyusun strategi baru di Asia dengan proyek LNG Alaska senilai US$44 miliar. Proyek ini bertujuan memasok gas alam ke sekutu-sekutu AS di Asia, mengurangi ketergantungan mereka pada Timur Tengah dan Rusia.
Rencana ini terungkap saat Trump bertemu Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, dalam sebuah jamuan makan. Ishiba optimistis Jepang bisa berpartisipasi dalam proyek ini, yang akan memperkuat hubungan perdagangan dengan AS serta menghindari potensi tarif yang merugikan.
Pemerintahan Trump berusaha mengikat negara-negara Asia ke dalam rantai pasokan energi AS, memanfaatkan kekhawatiran mereka terhadap stabilitas jalur pengiriman energi. LNG Alaska, yang tidak melewati Selat Hormuz atau Laut China Selatan, dipandang sebagai alternatif lebih aman dibandingkan pasokan dari Rusia atau Timur Tengah.
Selain Jepang, India, Korea Selatan, dan Taiwan juga mempertimbangkan peningkatan impor LNG dari AS. Taiwan bahkan melihat ketergantungan pada energi AS sebagai cara memperkuat keamanan, mengurangi risiko blokade China.
Pihak AS menekankan bahwa investasi ini akan memberikan manfaat strategis bagi negara-negara Asia. Pengembang proyek telah menghubungi perusahaan-perusahaan seperti Inpex, yang didukung pemerintah Jepang, untuk mendanai pembangunan infrastruktur LNG.
Hiroshi Hashimoto, analis di Institut Ekonomi Energi Jepang, memproyeksikan bahwa dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, impor LNG Jepang dari AS bisa mencapai 20% dari total pasokan, menggantikan beberapa kontrak yang akan berakhir, termasuk dari Rusia.
Sementara itu, Korea Selatan sedang menjajaki peluang investasi di proyek LNG AS dengan harapan mendapatkan konsesi dari Trump. Dengan pendekatan ini, Trump berupaya memperkuat dominasi energi AS di Asia, sekaligus melemahkan pengaruh China dan Rusia dalam sektor energi global.