Rupiah Dekati Rekor 1998, BI Pastikan Masih Stabil
Bank Indonesia (BI) memastikan nilai tukar rupiah masih berada dalam batas fundamental meski sempat melemah hingga Rp16.641 per dolar AS pada Selasa (25/3) pagi. Angka tersebut hampir menandingi rekor terendah rupiah saat krisis moneter 1998 yang mencapai Rp16.650 per dolar AS.
Meski begitu, rupiah kembali menguat ke Rp16.601 per dolar AS pada pukul 11.49 WIB. Analis Doo Financial, Lukman Leong, mengingatkan bahwa Indonesia tetap perlu waspada terhadap tekanan eksternal yang masih besar.
BI: Pelemahan Rupiah Berbeda dengan 1998
Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Fitra Jusdiman, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah selama enam bulan terakhir lebih banyak disebabkan oleh ketidakpastian global. Faktor utama yang berpengaruh antara lain kebijakan Presiden AS Donald Trump, kemungkinan kebijakan hawkish dari The Fed, serta ketegangan geopolitik global yang terus meningkat.
Fitra menegaskan bahwa kondisi saat ini berbeda dengan 1998, ketika rupiah anjlok dari Rp8.000 ke hampir Rp17.000 per dolar AS dalam waktu singkat.
“Secara fundamental, kondisi Indonesia saat ini jauh lebih baik dibandingkan 1998. Sejak pertengahan 2024, rupiah hanya melemah 1,33%, jauh lebih rendah dibanding Korean Won yang melemah 6,30% dan Indian Rupee yang melemah 2,74%,” ujar Fitra kepada Kontan, Selasa (25/3).
Dampak Global dan Pelemahan Mata Uang Lain
Tidak hanya rupiah, beberapa mata uang negara lain, baik dari negara maju maupun berkembang, juga mengalami pelemahan sejak kemenangan Trump sebagai Presiden AS. Meskipun tingkat pelemahannya berbeda, tekanan global terhadap mata uang masih tinggi.
Situasi ini membuat BI terus melakukan pemantauan ketat dan memastikan stabilitas rupiah tetap terjaga.
Strategi BI untuk Menjaga Stabilitas Rupiah
Menghadapi volatilitas nilai tukar, BI menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas rupiah melalui berbagai langkah intervensi.
“BI akan selalu melakukan berbagai upaya stabilisasi, khususnya dalam kondisi peningkatan volatilitas nilai tukar yang berlebihan seperti saat ini,” kata Fitra.
Langkah-langkah stabilisasi tersebut mencakup triple intervention, yakni:
- Intervensi di pasar spot.
- Intervensi melalui Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
- Pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
“Dalam konteks pergerakan nilai tukar, BI akan selalu memastikan volatilitas tidak meningkat signifikan sehingga kepercayaan pasar tetap terjaga,” pungkas Fitra.
Dengan strategi ini, BI berharap rupiah tetap dalam batas fundamental dan tidak mengalami gejolak yang berlebihan di tengah ketidakpastian global.