Kinerja pasar keuangan Indonesia di tahun 2024 menunjukkan tanda-tanda penurunan yang cukup signifikan. Indeks saham dan pasar surat utang negara (SBN) mengalami pelemahan yang disebabkan oleh faktor eksternal, salah satunya adalah pelemahan rupiah yang tercatat merosot hingga 4,38% sepanjang tahun lalu. Hal ini membuat daya tarik pasar keuangan Indonesia menurun di mata investor asing, menjadikan investasi di instrumen berdenominasi rupiah lebih berisiko.
Menurut laporan Bank Indonesia, investor asing mulai mengurangi pembelian SBN pada 2024, dengan pembelian bersih hanya tercatat sebesar Rp34,59 triliun. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2023 yang masih mencapai Rp80,45 triliun. Penurunan ini menjadi yang terendah sejak 2011, selain periode-pandemi Covid-19 dan ketegangan inflasi global pada 2022.
Salah satu faktor utama yang memengaruhi pengurangan investasi asing adalah ketidakpastian yang semakin tinggi di pasar global, khususnya terkait kebijakan ekonomi di Amerika Serikat. Kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS diprediksi akan meningkatkan risiko Perang Dagang 2.0 dan inflasi, yang membuat banyak pemodal global lebih memilih untuk mengurangi investasi mereka di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Seiring dengan penurunan minat pada SBN, investor asing beralih ke instrumen berdenominasi rupiah dengan tenor pendek, seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). SRBI menawarkan imbal hasil yang lebih menarik, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan surat utang negara dalam tenor yang sama. Pada 2024, SRBI mencatatkan net buy sebesar Rp161,99 triliun, menarik perhatian investor asing karena imbal hasil yang lebih tinggi.
Namun, meskipun SRBI menarik perhatian di awal 2024, minat investor asing terhadap instrumen ini mulai menurun menjelang akhir tahun. Kepemilikan asing di SRBI pada November 2024 tercatat hanya sebesar Rp243,70 triliun, yang merupakan penurunan signifikan dari posisi tertinggi di bulan Oktober. Hal ini mencerminkan adanya perubahan ekspektasi terhadap inflasi dan tingkat suku bunga acuan di AS.
Selain itu, meskipun pasar saham Indonesia mengalami sedikit peningkatan rata-rata transaksi harian sepanjang tahun, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di 2024 menurun sebesar 2,65%. Ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar terburuk di Asia Tenggara pada tahun tersebut.
Pergerakan yang lebih rendah dalam investasi asing di instrumen keuangan Indonesia diperkirakan akan berlanjut pada tahun 2025. Ketidakpastian yang disebabkan oleh potensi inflasi di AS dan kebijakan ekonomi yang lebih ketat dapat terus mendorong investor asing untuk menarik dana mereka dari pasar negara berkembang.