Analis memperkirakan penurunan tarif tanker sebesar 33% di rute utama perdagangan minyak dunia sepanjang 2024 akan membawa dampak positif sekaligus tantangan bagi Indonesia yang merupakan importir minyak. Felix Darmawan, analis dari Panin Sekuritas, menjelaskan bahwa tarif tanker yang lebih rendah ini berbarengan dengan sentimen bearish harga minyak dunia, yang dipengaruhi oleh kelebihan pasokan dari Amerika Serikat (AS) dan penurunan permintaan dari China.
Di satu sisi, penurunan biaya impor minyak ini dapat mengurangi tekanan pada neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan Indonesia, serta membantu penghematan anggaran subsidi energi. Hal ini memberi ruang bagi pemerintah untuk memprioritaskan program pembangunan lainnya. Sektor industri seperti transportasi, logistik, dan manufaktur juga berpotensi mendapatkan manfaat dari pengurangan biaya energi, yang dapat meningkatkan daya saing industri nasional.
Namun, Felix mengingatkan bahwa penurunan harga minyak juga berisiko mengurangi penerimaan negara dari sektor migas. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pajak migas yang lebih rendah bisa mengganggu pencapaian target APBN.
Sementara itu, pada 17 Desember 2024, harga minyak jenis Brent turun sebesar 0,8% menjadi US$73,87 per barel, sementara WTI stabil di US$70,62 per barel. Tarif spot untuk mengangkut minyak mentah dari Timur Tengah ke China, yang menjadi rute acuan, tercatat turun 33% pada 2024 karena permintaan dari negara pengimpor utama melambat dan kebijakan OPEC+ menunda normalisasi pasokan minyak.
Fenomena ini mengindikasikan adanya penurunan signifikan dalam permintaan yang menyebabkan pengurangan pengiriman supertanker ke China. Selain itu, tonase bayangan dari Iran dan aliran minyak dari Timur Jauh Rusia juga semakin menambah kompetisi di pasar pengiriman minyak. Meskipun tarif lebih rendah ini memberikan keuntungan bagi Indonesia, sektor operator tanker dihadapkan pada tantangan besar, termasuk gangguan pengiriman akibat serangan kapal oleh pemberontak Houthi di Laut Merah.