Kebijakan

Tak Ada Lompatan, Apindo Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan Masih 5,2%

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 masih stagnan, berada di kisaran 4,90% hingga 5,20% secara tahunan. Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyebut berbagai tantangan eksternal dan domestik menjadi penyebab utama lambannya pertumbuhan ini.

“Tensi geopolitik, fragmentasi perdagangan global, berakhirnya windfall commodity seperti CPO dan batubara, serta dinamika politik di AS setelah terpilihnya Donald Trump akan memengaruhi stabilitas ekonomi global,” ujar Shinta dalam Laporan Outlook Ekonomi 2025, Kamis (19/12).

Ia juga menambahkan bahwa inflasi global memang mulai terkendali, tetapi belum kembali ke tingkat normal. Situasi ini memberikan tekanan tambahan pada perekonomian domestik Indonesia, yang masih sangat bergantung pada konsumsi masyarakat.

Pelemahan kelas menengah menjadi salah satu perhatian utama dunia usaha. Data Apindo mencatat jumlah kelas menengah Indonesia menyusut hingga 9,5 juta orang dalam lima tahun terakhir, menjadi hanya 47,8 juta pada 2024. Penurunan daya beli ini diperparah oleh rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan dan potensi meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Shinta juga menyoroti tidak adanya faktor pertumbuhan musiman seperti Pemilu, yang tahun ini menjadi salah satu pendorong ekonomi. “Tanpa booster seperti Pemilu, pertumbuhan ekonomi tahun depan akan sulit mencapai lompatan signifikan,” jelasnya.

Meski begitu, Apindo menilai konsumsi domestik, investasi, dan ekspor komoditas dengan dukungan hilirisasi akan tetap menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi pada 2025. Industri pengolahan, pertanian, perdagangan, pertambangan, dan konstruksi diprediksi tetap mendominasi distribusi Produk Domestik Bruto (PDB), masing-masing dengan porsi lebih dari 10%.

Namun, Apindo juga memperingatkan bahwa sektor jasa seperti akomodasi, administrasi pemerintahan, dan transportasi akan tertekan akibat pemotongan biaya perjalanan dinas pemerintah sebesar 50%.

Di sisi lain, dua sektor dengan potensi pertumbuhan pesat adalah ekonomi digital dan sektor hijau. Transformasi digital dan ekspansi e-commerce akan mendorong ekonomi digital, sementara komitmen terhadap keberlanjutan memberi peluang besar bagi sektor hijau.

“Indonesia harus fokus pada peningkatan efisiensi dan daya saing untuk memanfaatkan peluang ini di tengah tantangan global dan domestik,” tutup Shinta.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *