Pada 2024, Vietnam mencatatkan pertumbuhan ekonomi tertinggi di ASEAN-6 dengan angka impresif 7,09%. Prestasi ini diumumkan oleh badan statistik Vietnam pada Senin (6/1/2025). Pada kuartal IV-2024 saja, ekonomi Vietnam tumbuh 7,55%, jauh melampaui ekspektasi pasar sebesar 6,7%.
Di sisi lain, Indonesia diperkirakan mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5% pada 2024, menurut Kementerian Keuangan. Angka ini lebih rendah dibanding asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang ditargetkan 5,2%. Jika terealisasi, ini akan menjadi laju pertumbuhan terlemah dalam tiga tahun terakhir.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa capaian 5% tetap patut diapresiasi, mengingat tantangan yang dihadapi sepanjang 2024. Pada semester I-2024, Indonesia mengalami tekanan akibat El Nino yang memicu kekeringan dan kenaikan harga pangan. Inflasi volatile foods naik menjadi 3,1%, sementara nilai tukar rupiah melemah hingga Rp16.421/US$ pada Juni.
Namun, situasi mulai membaik pada semester II-2024. Harga komoditas andalan ekspor seperti batu bara, nikel, dan minyak sawit mentah (CPO) mulai pulih. Nilai tukar rupiah pun menguat ke Rp16.162/US$ pada Desember. Meski begitu, ada kekhawatiran bahwa daya beli masyarakat masih lemah, yang menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan ekonomi.
Inflasi rendah sepanjang 2024 menjadi indikator penting. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi hanya sebesar 1,57%, terendah dalam sejarah Indonesia. Namun, inflasi rendah ini dianggap mencerminkan lemahnya permintaan domestik. Data propensity to consume menunjukkan penurunan, dari rata-rata 75,27% pada 2023 menjadi 74,4% pada November 2024.
Menurut ekonom Bloomberg Economics, Tamara Mast Henderson, rendahnya tekanan harga mencerminkan pelemahan konsumsi, investasi, dan manufaktur. Pandangan serupa diungkapkan ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, yang menilai rendahnya inflasi menggambarkan kelesuan daya beli masyarakat.