Pasar saham Asia mencatat penurunan tajam setelah Federal Reserve (The Fed) mengisyaratkan pemangkasan suku bunga yang lebih kecil pada tahun 2025. Kontrak berjangka Euro Stoxx 50 turun 1,6%, mengikuti kejatuhan indeks saham Asia sebesar 1,7%. Penurunan ini turut dipicu oleh kerugian besar yang dialami S&P 500, mencatatkan kejatuhan harian terbesar sejak 2001.
Langkah The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Rabu (18/12/2024) diiringi proyeksi pemangkasan hanya setengah poin tahun depan, setengah dari yang diperkirakan pada September. Sikap ini mendorong penguatan dolar AS, yang membuat mata uang Asia tertekan. Rupee India mencapai rekor terendah, sementara won Korea Selatan melemah ke level terendah dalam lebih dari 15 tahun.
Yen Jepang juga melemah hingga melampaui level psikologis 155 terhadap dolar AS setelah Bank of Japan (BOJ) mempertahankan suku bunga. Gubernur BOJ, Kazuo Ueda, menyatakan bahwa keputusan lebih lanjut akan mempertimbangkan momentum negosiasi upah pada musim semi tahun depan. Para analis memprediksi bahwa BOJ dapat mengetatkan kebijakan bahkan menaikkan suku bunga paling cepat Januari 2025.
Sikap hawkish The Fed memberikan tekanan pada berbagai bank sentral di Asia. Obligasi AS mencatatkan kenaikan imbal hasil di seluruh kurva, memperkuat daya tarik dolar AS di pasar global. Harga komoditas juga terpengaruh, dengan minyak mentah turun akibat penguatan dolar, sementara harga emas mulai pulih setelah anjlok lebih dari 2% pada sesi sebelumnya.
Di China, pemerintah mengambil langkah untuk mendukung yuan melalui penetapan suku bunga acuan setelah kehati-hatian The Fed membuat yuan offshore jatuh ke level terendah dalam satu tahun. Sementara itu, Contemporary Amperex Technology Co., produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia, tengah mempertimbangkan pencatatan kedua di Hong Kong yang diperkirakan dapat menghimpun dana hingga US$5 miliar.
Keputusan The Fed pada Rabu membuka pekan yang dipenuhi pengumuman kebijakan suku bunga dari berbagai bank sentral dunia, termasuk Filipina, Taiwan, Inggris, Norwegia, dan Swedia. China diharapkan mengumumkan suku bunga Medium-Term Lending Facility dalam waktu dekat.
Ketegangan di pasar ini mencerminkan kekhawatiran global atas langkah bank sentral AS yang lebih lambat dalam menurunkan suku bunga, mengingat inflasi tetap menjadi perhatian utama. Gubernur The Fed, Jerome Powell, menegaskan bahwa langkah ke depan akan lebih hati-hati. “Kami perlu melihat kemajuan dalam inflasi,” ujarnya, memperkuat komitmen The Fed terhadap target inflasi 2%.