Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) 2024 mencapai Rp45,4 triliun. Angka ini mengalami lonjakan signifikan sebesar 134,26% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp19,38 triliun. Namun, dana Silpa yang masih unaudited atau belum diaudit ini tidak bisa langsung digunakan oleh pemerintah. Untuk dapat dipergunakan pada 2025 dan seterusnya, Kemenkeu masih harus menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Isa Rachmatarwata, menjelaskan bahwa meskipun angka Silpa sudah tercatat, pemerintah tidak bisa segera mengalokasikannya tanpa menyelesaikan proses audit terlebih dahulu. “Silpa Rp45,4 triliun, tetapi ini kita masih harus menunggu sampai selesai audit BPK, baru nanti bisa kita pakai untuk 2025 dan seterusnya,” ujar Isa dalam Konferensi Pers APBN 2024, Senin (6/1/2025).
Silpa sendiri merupakan selisih antara defisit anggaran dan pembiayaan netto. Pembiayaan ini sengaja direalisasikan pada akhir tahun sebelumnya untuk mendukung operasional di awal tahun berikutnya. Meskipun angka Silpa mengalami lonjakan, hal ini juga mencerminkan bahwa pemerintah telah berhasil menjaga defisit dan pembiayaan dengan baik di tahun sebelumnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa APBN 2023 berfungsi sebagai payung untuk menghadapi penurunan harga komoditas global pada 2024. Dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR pada Agustus 2024, Sri Mulyani menyatakan bahwa meskipun harga komoditas seperti batu bara dan CPO turun, APBN 2023 telah berhasil menyediakan cadangan dana yang cukup untuk mengantisipasi guncangan ekonomi yang terjadi.
Penerimaan negara pada akhir 2024 tercatat sebesar Rp2.842,5 triliun, melampaui target APBN yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pendapatan negara mampu melampaui ekspektasi, mendukung stabilitas anggaran negara. Sementara itu, belanja negara pada 2024 mencapai Rp3.350,3 triliun atau 100,8% dari target yang telah ditentukan.
Namun, meskipun penerimaan negara dan belanja negara tercatat baik, APBN 2024 tetap mengalami defisit sebesar Rp507,8 triliun. Defisit ini setara dengan 2,29% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang sesuai dengan perkiraan awal. Pemerintah berhasil menurunkan proyeksi defisit yang sebelumnya diperkirakan mencapai 2,7% PDB, berkat pengelolaan yang lebih baik pada semester kedua tahun 2024.
Di sisi lain, keseimbangan primer yang mencatat defisit Rp19,4 triliun juga menunjukkan perbaikan signifikan dibandingkan proyeksi sebelumnya. Defisit yang lebih rendah dari perkiraan ini mencerminkan kinerja fiskal yang lebih sehat, dengan pengelolaan anggaran yang lebih efisien. Keseimbangan primer ini juga berfungsi sebagai indikator penting dalam menilai kemampuan pemerintah dalam mengelola utang dan belanja negara tanpa menggantungkan sepenuhnya pada utang baru.