Perdagangan

Bisnis Smelter Tembaga Global Terhempas, Freeport Rawan Terimbas

Smelter Tembaga Freeport Berisiko Terdampak Penurunan Fee Global

Smelter katoda tembaga milik PT Freeport Indonesia di Manyar, Gresik, terancam terdampak fenomena penurunan fee pengolahan global yang kini melanda berbagai negara, terutama China. Hal ini memicu kekhawatiran terhadap kelangsungan operasional fasilitas tersebut.

Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I), Haykal Hubeis, menyebut smelter di Gresik berisiko terkena dampak lantaran memiliki kapasitas produksi besar yang dirancang untuk mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga menjadi 600.000—700.000 ton katoda tembaga per tahun. “Problem fee anjlok itu memang terjadi di smelter katoda, jadi yang di Gresik ini sangat mungkin terdampak,” ujarnya, Selasa (24/12/2024).

Masalah ini semakin diperparah dengan tren penurunan fee smelter global yang membuat banyak fasilitas peleburan di dunia, termasuk di China, kesulitan bertahan. Kompetisi ketat dalam mencari bijih tembaga membuat smelter harus bersaing lebih agresif, bahkan menghadapi ancaman penutupan operasi jika situasi terus memburuk.

Kendala Operasional dan Proyeksi Freeport

Smelter katoda Freeport di Gresik, dengan nilai investasi Rp56 triliun, hingga kini belum dapat beroperasi penuh akibat kebakaran pada Oktober 2024. Meski demikian, Haykal menggarisbawahi bahwa Freeport harus segera menyesuaikan perencanaan keuangan dan strategi produksi untuk mengantisipasi dampak lebih lanjut dari penurunan fee ini.

“Mereka mungkin perlu menyederhanakan manajemen dan produksi, atau langkah efisiensi lainnya untuk menjaga keberlanjutan operasional,” tambah Haykal.

Freeport sendiri belum memberikan tanggapan resmi terkait dampak krisis bisnis smelter tembaga global ini. Namun, perusahaan ini juga harus menghadapi kenyataan bahwa mereka memiliki lebih sedikit konsentrat untuk dijual setelah pembangunan smelter baru di Indonesia.

Fenomena Penurunan Fee Smelter

Kondisi penurunan fee pengolahan ini memengaruhi biaya pemrosesan utama yang digunakan sebagai patokan dalam kontrak jangka panjang. Pada tahun lalu, patokan biaya pemrosesan tembaga ditetapkan sebesar US$80 per ton bijih dan 8 sen per pon logam. Namun, angka tersebut kini merosot tajam, bahkan mendekati titik negatif.

Dalam survei yang melibatkan penambang, pedagang, dan peleburan, biaya pemrosesan diperkirakan akan dinegosiasikan antara US$20—40 per ton bijih dan 2—4 sen per pon logam. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi smelter, yang pada akhirnya bisa menggerus profitabilitas mereka.

Tantangan Industri Global

Gelombang investasi smelter baru di China dan negara lain telah meningkatkan tekanan pada pasokan bijih tembaga global. Hal ini menempatkan perusahaan tambang dalam posisi yang lebih kuat untuk menetapkan syarat pasokan yang lebih ketat, mempersulit pabrik pengolahan seperti smelter Freeport untuk menjaga profitabilitas mereka.

Dengan kondisi ini, fleksibilitas dalam perencanaan dan efisiensi operasional menjadi kunci agar perusahaan seperti Freeport mampu bertahan di tengah tantangan industri global yang kian kompleks.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *