Tarif baja 25% yang akan diterapkan Presiden AS Donald Trump mulai 12 Maret menimbulkan kekhawatiran di industri baja global. Langkah ini bertujuan melindungi produsen dalam negeri AS, tetapi juga berisiko memperburuk persaingan di pasar global akibat kelebihan pasokan. Vietnam dan India menjadi dua negara yang paling rentan terdampak oleh kebijakan ini.
Ketua Asosiasi Baja Vietnam, Nghiem Xuan Da, mengatakan kemungkinan besar akan ada lonjakan impor baja ke Vietnam. “Kita mungkin akan melihat lebih banyak baja dari negara-negara ini dijual ke Vietnam karena target baru akan menghalangi mereka mengekspor ke AS,” ujarnya. Kondisi ini bisa memperburuk kejenuhan pasar baja di kawasan Asia.
Produsen baja di Asia sudah menghadapi tekanan akibat banjir baja murah dari China, yang pada 2024 mencapai rekor tertinggi dalam sembilan tahun terakhir dengan ekspor lebih dari 110 juta ton. Hal ini telah memicu banyak keluhan perdagangan, termasuk dari Korea Selatan, yang mulai menyelidiki produk baja China.
Perang dagang semakin intensif setelah Trump menyatakan bahwa ekspor China “menggeser produksi di negara lain dan memaksa mereka mengekspor lebih banyak baja ke AS.” Sebagai respons, Uni Eropa telah memperketat proteksinya. Di Asia, India dan Vietnam mempertimbangkan kebijakan serupa, sementara Korea Selatan kemungkinan akan memperluas penyelidikannya terhadap produk baja China.
Meski negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia sebelumnya mendapat pengecualian tarif baja AS, belum ada kepastian apakah kebijakan baru ini akan berlaku sama. Jika pengecualian tidak diberikan, produsen baja akan mengalihkan ekspor ke pasar lain dengan harga lebih agresif, yang dapat semakin menekan harga baja di India dan negara lain.
Di sisi lain, tarif baja AS juga akan memengaruhi industri baja khusus. Menurut analis Wood Mackenzie Ltd, Jepang dan Korea Selatan memasok baja bermutu tinggi yang digunakan dalam industri otomotif dan infrastruktur energi di AS. Produk-produk ini mungkin masih akan diekspor ke AS, meskipun dengan harga yang lebih mahal.
Jika kelebihan pasokan baja terus meningkat, dunia mungkin tidak mampu menyerap volume ekspor yang berlebih. Analis Mysteel Global, Xu Xiangchun, memperkirakan produsen baja akan dipaksa untuk mengurangi produksi karena permintaan global yang sedang melemah. Dengan ketidakpastian kebijakan perdagangan AS, dampak lanjutan dari tarif ini masih menjadi perhatian utama bagi ekonomi global.