Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan bahwa tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% akan diberlakukan pada 1 Januari 2025. Aturan ini berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai PPN. Namun, ada pengecualian, seperti komoditas minyak goreng Minyakita, tepung terigu, dan gula industri. Pemerintah akan menanggung kenaikan 1% dari tarif PPN komoditas tersebut sehingga masyarakat tetap membayar dengan tarif 11%.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan pendidikan, termasuk yang premium, tetap bebas PPN hingga ada peraturan lebih lanjut. “Kriteria barang dan jasa premium yang akan dikenakan PPN sedang dibahas secara hati-hati agar tepat sasaran dan hanya menyasar kelompok masyarakat sangat mampu,” ujar Dwi.
Selain itu, pemerintah berencana mengenakan PPN pada kebutuhan pokok dan jasa yang masuk kategori premium, seperti daging sapi premium, sementara barang kebutuhan pokok lainnya, seperti beras dan jagung, tetap bebas PPN. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut kebijakan ini bertujuan menciptakan keadilan dalam penerapan pajak, menargetkan kelompok masyarakat yang lebih mampu secara finansial.
Beberapa jenis barang dan jasa yang akan dikenai PPN 12% meliputi jasa transaksi uang elektronik, dompet digital, pembayaran melalui QRIS, berlangganan platform digital seperti Netflix dan Spotify, hingga penjualan tiket pesawat domestik. Di sisi lain, barang seperti buku, vaksin polio, serta layanan jasa pendidikan, kesehatan, dan angkutan umum tetap dibebaskan dari PPN.
Khusus komoditas premium, penyesuaian tarif akan diterapkan setelah penerbitan peraturan teknis lebih lanjut. Pemerintah juga menyatakan bahwa proses ini memerlukan kajian mendalam untuk memastikan batasan premium yang jelas dan implementasi yang adil. Hal ini dilakukan agar masyarakat yang lebih membutuhkan tetap terlindungi dari dampak kenaikan tarif.
Keputusan menaikkan tarif PPN menjadi 12% diambil untuk memperkuat penerimaan negara. Namun, penyesuaian ini diupayakan tidak memengaruhi harga beberapa komoditas strategis yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Langkah ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk mendorong penerimaan pajak tanpa membebani masyarakat kecil.
Kebijakan ini menandai upaya pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara sembari menjaga daya beli masyarakat. Langkah yang disiapkan pemerintah ini diharapkan menciptakan keseimbangan antara penguatan pendapatan negara dan perlindungan bagi kelompok masyarakat rentan.