Kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Tiongkok kembali menuai kontroversi. Sebuah bisnis kecil alat tulis di Florida, Simplified, resmi menggugat presiden di pengadilan federal atas dasar pelanggaran konstitusi.
Simplified, yang berbasis di Pensacola dan mengklaim sebagai bisnis milik perempuan, menjual agenda kalender premium serta peralatan organisasi lainnya. Perusahaan ini menyatakan bahwa tarif tinggi untuk produk impor dari Tiongkok akan menyebabkan kerugian besar bagi bisnisnya.
Gugatan hukum ini tercatat sebagai yang pertama di AS dalam lebih dari satu abad yang menentang penerapan tarif oleh presiden dengan dasar inkonstitusional. “Kerugian kompetitif dalam bentuk biaya yang lebih tinggi, hilangnya pangsa pasar, dan berkurangnya keuntungan akan menimpa kami,” demikian isi pengaduan Simplified.
Dalam dokumen pengaduan yang diajukan Kamis (1/5/2025), Simplified menuduh Presiden Trump telah melampaui kewenangan eksekutif dengan mengenakan tarif berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (International Emergency Economic Powers Act/IEEPA) tahun 1977.
“[Trump] menyatakan keadaan darurat nasional berdasarkan isu-isu yang telah berlangsung lama, lalu memberlakukan tarif seolah-olah itu merupakan bagian dari penanganan darurat tersebut, sehingga mengabaikan batasan yang telah ditetapkan Kongres terkait kewenangan tarif,” tulis pengaduan tersebut.
Simplified, melalui gugatan ini, menuntut pengadilan untuk menyatakan bahwa tarif-tarif yang dikenakan tersebut tidak konstitusional dan bertentangan dengan Undang-Undang Prosedur Administratif federal (Administrative Procedure Act).
Gugatan tersebut diajukan oleh New Civil Liberties Alliance, kelompok advokasi hukum yang fokus pada perlindungan kebebasan sipil dari penyalahgunaan kekuasaan pemerintah. Dalam gugatan itu, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS juga turut disebut sebagai tergugat.
Hingga saat ini, pihak Departemen Keamanan Dalam Negeri belum memberikan pernyataan resmi atas gugatan tersebut.
Kebijakan tarif Presiden Trump telah menuai banyak kritik, terutama dari pelaku industri kecil dan menengah yang bergantung pada impor dari Tiongkok. Sebelumnya, sejumlah perusahaan otomotif Eropa juga mempertimbangkan relokasi produksi ke AS akibat tekanan tarif.
Sementara itu, negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, tengah mendorong respons bersama terhadap kebijakan tarif resiprokal AS, yang dianggap berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan kawasan.