Majelis Nasional Vietnam telah menyetujui perpanjangan pengurangan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 8% hingga akhir Juni 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung produksi, bisnis, serta mendorong konsumsi pascapandemi Covid-19. Langkah ini bertolak belakang dengan kebijakan Pemerintah Indonesia yang justru menaikkan PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Menurut Vietnam News, pengurangan PPN berlaku untuk barang dan jasa dengan tarif pajak 10%, tetapi tidak mencakup sektor real estat, sekuritas, perbankan, telekomunikasi, teknologi informasi, serta produk dan jasa dengan pajak konsumsi khusus.
Efek Ekonomi dari Kebijakan Vietnam
Ekonom Vietnam, Đinh Trọng Thịnh, menyatakan bahwa perpanjangan pengurangan PPN ini diharapkan mampu merangsang konsumsi serta menekan biaya produksi dan jasa. Kementerian Keuangan Vietnam memperkirakan kebijakan ini akan mengurangi pendapatan negara sebesar VNĐ26,1 triliun (US$1,028 miliar) pada semester pertama 2025.
Namun, pengurangan PPN terbukti memiliki dampak positif terhadap ekonomi Vietnam. Pada 2022, kebijakan serupa meningkatkan konsumsi domestik hingga 19,8% dibanding 2021. Sementara pada 2023, pengurangan PPN selama paruh kedua tahun tersebut menambah total penjualan ritel barang dan jasa sebesar 9,6%.
Implikasi dan Perbandingan dengan Indonesia
Di Indonesia, kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025 berpotensi menekan daya beli masyarakat. Sementara itu, Vietnam memilih mendukung konsumsi dan produksi melalui insentif pajak. Kebijakan ini menunjukkan pendekatan berbeda dalam merespons tantangan ekonomi global dan domestik.